Senin, 07/09/2009 14:28 WIB
Biaya Fasilitas Produksi Awal Blok Cepu Membengkak 3 Kali Lipat
Nurseffi Dwi Wahyuni – detikFinance
Jakarta – Biaya pembangunan fasilitas produksi awal (Early Production Facilities/EPF) blok Cepu membengkak hingga tiga kali lipat. Pemerintah didesak segera mengganti operator blok Cepu.
Hal tersebut diungkapkan anggota Komisi VII DPR, Tjatur Sapto Edy saat dikonfirmasi detikFinance, Senin (7/9/2009). Tjatur bersama dengan sejumlah anggota Komisi VII DPR RI baru-baru ini melakukan kunjungan ke Blok Cepu.
“Untuk biaya EPF rencananyakan tidak sampai US$ 1 Miliar, ternyata sekarang sudah mencapai US$ 3 Miliar. Pertamina telah menyetor lebih dari US$ 1 miliar, sementara Pemda sudah mengeluarkan dana US$ 54 juta,” ungkapnya.
Menurut Tjatur, membengkaknya anggaran EPF itu terjadi karena jauhnya jarak antara fasilitas produksi awal dari well pad (penutup sumur)yang ada di lapangan blok Cepu tersebut.
“Harusnya EPF dengan well pad berdekatan, tapi karena jaraknya jauh maka harus dibangun pipa dengan panjang 2,5 kilometer berdiameter 10 inci dan semuanya diimpor. Mereka sepertinya tidak rela membayar tanah kepada masyarakat sedikit lebih mahal,” paparnya.
Dari hasil kunjungan Komisi VII yang dilakukan Sabtu kemarin, lanjut Tjatur, juga diketahui bahwa Mobil Cepu Limited, anak usaha ExxonMobil sebagai operator tidak memiliki roadmap yang jelas untuk mencapai target produksi puncak 165 ribu bph pada Maret 2010.
“Saat kami tanya kapan peak production 165 ribu bph bisa tercapai, mereka tidak bisa jawab. Itu artinya mereka tidak memiliki roadmap yang jelas sehingga target 165.000 bph pada Maret 2010 akan sulit tercapai,” ungkapnya.
Tjatur juga menilai, Mobil Cepu Limited sudah melakukan wan prestasi karena sudah berkali-kali melanggar komitmennya untuk merealisasikan produksi awal sebesar 20.000 bph pada bulan Desember 2008.
“Sudah diundur jadi 15 Agustus, tapi baru 31 Agustus produksi awalnya. Itupun hanya sekitar 2.000 bph, kemarin waktu kami kesana produksinya baru 3.000 bph,” ungkapnya.
Bahkan menurut Tjatur, rencana produksi 15.000 bph pada bulan september akan molor lagi. Hingga bulan September kemungkinan blok yang terletak di Bojonegoro, Jawa Timur tersebut baru akan berproduksi sekitar 2.000 hingga 5.000 bph.
“Mereka janjinya produksi 15.000 ribu itu baru bisa tercapai pada bulan Oktober, Itupun bisa tercapai jika kilang pengolahan mini milik Tri Wahana Utama dengan kapasitas 6.000 barel sudah bisa beroperasi,” jelasnya.
Atas dasar itulah, Tjatur mendesak pemerintah untuk segera mengganti MCL dari posisinya sebagai operator blok Cepu.
“Dengan melihat kondisi ini, Kami minta Pertamina mengambil alih Blok Cepu,” tegasnya.
(epi/qom)
No comments:
Post a Comment